Jumat, 17 Februari 2012

SURAT AL-FATIHAH


SURAT AL-FATIHAH

Surat Al-Fatihah adalah bagian pembukaan Al-Qur’an. Bagian ini memiliki makna yang sangat penting ditinjau dari berbagai alasan:

1. Merupakan Surat yang pertama kali diturunkan secara utuh kepada Nabi Muhammad SAW, karenanya disebut “Fatihul-Kitab” (pembukaan kitab)
2. Disebut juga “Penghargaan Al-Qur’an”, “Ummul-kitab”(Ibu Kitab) dan “Ummul-Qur’an”(Ibu Al-Quran). Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Demi Tuhan yang nyawaku ada dalam genggaman-Nya aku bersumpah, bahwa belum ada surat serupa ini didalam Taurat (Perjanjian Lama), Injil (Perjanjian baru), Kitab Daud AS, bahkan didalam Al-Qur’an.” (Muslim & Timidzi)
3. Anas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Diantara semua surat didalam Al-Qur’an, Surat Al-Fatihah adalah yang tertinggi dan utama.
4. Disebut juga ‘Suratusy-syifa’ (Surat Penyembuh)
Sekarang marilah kita mulai dengan sedikit demi sedikit memahami makna dari Surat Al-Fatihah.

“ Alhamdulillah”, berarti bahwa segala bentuk dan macam puja-puji hanyalah untuk Allah SWT semata-mata. Ini bukan berarti hanya puja-puji dan ungkapan terimakasih kepada Allah SWT, tetapi mengandung makna pengakuan ke-Esa-an Allah SWT (Tauhid) didalamnya. Demikian juga, terkandung didalamnya logika atau alasan mendasar pemujaan. Inilah contoh dari kefasihan bahasa Al-Qur’an.

“ Sesungguhnya, Segala puja/puji hanya bagi Allah, yang menciptakan setiap sosok dan setiap benda.” Demikianlah pilar pertama Islam, yaitu ‘Iman’ terkandung dalam anak-kalimat (frasa) yang ringkas ini.
Lebih jauh lagi, Ayat pertama dari Surat ini memberikan logika segala bentuk puja-puji hanyalah ditujukan kepada Allah SWT. Artinya, Allah-lah Pencipta, Pemelihara, dan Penjaga seluruh alam semesta raya dan seisinya, baik yang telah kita ketahui maupun yang belum kita ketahui.
Marilah kita lihat bagaimana Allah SWT menjelaskan bagaimana penciptaan oleh-Nya didalam Al-Qur’an. Misalnya, Firman Allah SWT dalam Surat Adz-Dzariyat Ayat 47, 48, 49:

Dan Kami telah membangun langit itu dengan Tangan (kekuasaan) Kami, Sesungguhnya Kami benar-benar telah meluaskan (mengembang kan)-nya. Dan Kami hamparkan bumi, maka (Kami-lah) yang paling baik menghamparkan. Dan tiap-tiap sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah).
Para ulama terdahulu tidak memahami arti mengem- bangkan/meluaskan (lamuusi’uun) alam semesta dan menyarankan agar kita tidak membahas hal itu. Kini, melalui penelitian ruang angkasa, sedikit demi sedikit kita belajar lebih banyak meluasnya alam semesta. Misalnya, bahwa sistem tata-surya kita adalah bagian dari galaksi. Dan banyak galaksi-galaksi lain yang lebih besar daripada galaksi dimana sistem tata-surya kita berada. Semua galaksi ini bergerak saling menjauh satu sama lain. Demikianlah alam semesta mengembang semakin luas. Sayangnya, para ilmuwan ini tidak hendak menalar dan tidak berusaha menggali dari tanda-tanda yang telah diterangkan oleh Allah SWT di berbagai ayat didalam Al-Qur’an berabad-abad yang lampau itu.
Kemudian, Allah SWT juga berfirman didalam Surat Al-Waqiah Ayat 68-73:

Adakah kamu lihat (perhatikan) air yang kamu minum? Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkannya? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, maka mengapa kamu tidak bersyukur? Adakah kamu lihat (perhatikan) api yang kamu nyalakan (dari memantikkan kayu)? Kamukah yang menumbuhkan pepohonan, atau Kami yang menumbuhkannya? Kami jadikan api ini sebagai peringatan,dan bahan yang berguna bagi para penempuh perjalanan (musafir) di gurun pasir.
Ingatlah! Bahwa api membawa ingatan kita kepada api neraka. Sementara itu, di dunia ini Allah SWT telah membuat kita bisa memanfaatkan api untuk menghangatkan tubuh dan untuk memasak.
Selanjutnya, Allah SWT berfirman tentang penciptaan manusia didalam Surat Al-Insan Ayat 1, 2, 3:

Bukankah telah berlalu suatu masa bagi manusia bahwa ketika itu ia belumlah menjadi sesuatu yang bernilai untuk disebut? Kami menciptakannya dari setetes cairan kental yang bercampur (sperma dan ovum), dan untuk mengujinya, Kami buat ia bisa mendengar dan melihat. Sesungguhnya Kami (tidak hanya menciptakan) telah menunjukkannya jalan yang lurus, sebagian diantara mereka bersyukur dan sebagian lagi kafir.
Seorang manusia adalah sebuah miniatur alam semesta dengan berbagai macam sistem yang bekerja secara harmonis satu dengan lainnya. Inilah suatu tanda yang besar dari Sang Maha Pencipta. Karena itulah Allah SWT berfirman dengan suatu pertanyaan di suatu ayat didalam Al-Qur’an, Az Zariyat 21:

Sesungguhnya terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) didalam dirimu sendiri, mengapa kamu tidak memikirkan?
Demikianlah hal-hal yang dapat memberikan gambaran ringkas perihal penciptaan yang dilakukan oleh Allah SWT.
Sekarang mari kita lanjutkan dengan makna Ar-Rahman dan Ar-Rahim, kedua kata ini berasal dari kata dasar yang sama yakni Ar-Rahmah (Rahmat)
‘ Ar-Rahman’ berarti kasih-sayang dari awal hingga akhir. Tidak ada bentuk jamak pada kata ini, dan kata Ar-Rahman hanya dapat digunakan untuk Allah SWT.
‘ Ar-Rahim’ adalah kasih-sayang yang lengkap atau menyeluruh. Kata ini bisa juga digunakan untuk manusia. Misalnya, Allah SWT dalam surat At Taubah 128 menggambarkan Nabi Muhammad SAW sebagai :

… yang mengasihi dan menyayang kaum mukminin.

Yakni Nabi SAW adalah perwujudan menyeluruh kasih-sayang Allah SWT bagi orang-orang beriman.
Ayat ke-tiga, kita menyebut Allah sebagai Raja Hari Pembalasan. Untuk ayat ini akan dibahas pada khutbah tersendiri.
Ayat selanjutnya,?

Hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (untuk setiap hal dan segala sesuatu)Dengan demikian, segala bentuk penyembahan/peribadatan ditujukan hanya untuk Allah SWT yang dulu telah menciptakan kita, kemudian mencurahkan seluruh kasih-sayang-Nya selama hidup kita yang kita sedang jalani, dan Dia adalah Raja Hari Pembalasan yang akan datang di masa depan.
Mengapa tidak kita ucapkan saja, “Hanya Dia yang kami sembah, dan kami memohon pertolongan hanya kepada Dia”.
Sebab, ayat ini disebut sebagai jiwa dari Surat Al-Fatihah. Ayat ini mengandung penyembahan kepada Allah SWT, sekaligus do’a untuk menggapai pertolongan-Nya. Pada ayat berikutnya, kita memulai do’a kita. Kita memohon kepada Allah SWT agar menunjukkan kepada kita kearah jalan yang lurus. Kata ‘menunjukkan’ ini perlu penjelasan lebih lanjut. Allah SWT menyediakan petunjuk-Nya dalam tiga bentuk:
Pertama, Allah SWT menyediakan petunjuk kepada semua makhluk-Nya seperti dijelaskan didalam berbagai Surat dalam Al-Qur’an. Sebagai contoh, marilah kita perhatikan firman Allah SWT didalam Surat Al-Isra’ Ayat 44:

Bertasbih kepada-Nya (Allah) tujuh lapis langit dan bumi serta apa saja yang ada didalamnya. Dan tiada satupun yang tidak bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Nah, Perhatikanlah betapa keterbatasan pengetahuan kita. Bahwa sesungguhnya Allah telah memberi petunjuk kepada pepohonan, bintang-bintang, dan bahkan bebatuan.
Satu lagi, Allah berfirman didalam Surat An-Nur ayat 41,

Tidakkah kamu tahu bahwa sesungguhnya Allah; kepada-Nya bertasbih apa-apa saja yang ada di langit dan di bumi, dan burung-burung (juga bertasbih) dengan mengepakkan sayapnya. Masing-masing (makhluk) telah mengetahui cara sholat dan tasbihnya kepada Allah, dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang mereka kerjakan.
Lebih jauh lagi, marilah kita perhatikan firman Allah SWT dalam Surat Al-A’la Ayat 1~3,

Sucikanlah Nama Tuhanmu yang Maha Tinggi. Yang telah menciptakan (segala sesuatu), kemudian menyempurnakan (yang diciptakan-Nya). Dan Yang menentukan kadar (segala sesuatu) dan memberi petunjuk (kepada semua ciptaan-Nya). 
Jelaslah sudah, bahwa tiap-tiap makhluk memperoleh petunjuk dari Allah SWT, untuk diikuti. Misalnya, telinga tidak mungkin digunakan untuk melihat dan sebaliknya mata juga tidak bisa digunakan untuk mendengar. Maka, Allah SWT pun berfirman didalam Surat Maryam Ayat 93:

Tiada satupun dari apa-apa yang di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Ar-Rahman (Yang Maha Pengasih) sebagai hamba-Nya.
Ke-dua, Allah SWT menyediakan petunjuk dengan jalan mengirimkan para utusan-Nya (Nabi dan Rasul) dan Kitab-kitab suci-Nya.
Ke-tiga, Allah SWT juga dapat memberikan petunjuk-Nya secara langsung kepada orang-orang pilihan-Nya.

Diantara semua hal yang paling disukai Allah SWT untuk Dia lakukan terhadap makhluk-Nya, yang terpenting adalah menyediakan petunjuk bagi mereka. Tanpa petunjuk-Nya, mereka akan tersesat dan semua sistem akan runtuh. Kini jelaslah bagi kita bahwa tiap-tiap sesuatu mendapat petunjuk Allah SWT. Lalu, mengapa kita harus memohon agar Allah memberi kita petunjuk-Nya ke jalan lurus? Terlebih lagi para pembawa risalah (Nabi dan Rasul) – Nya. Pastilah mereka sudah berada di jalan lurus itu. Mengapa mereka tetap memohon kepada Allah SWT agar ditunjukkan kepada mereka jalan yang lurus? Jawaban atas pertanyaan ini adalah, bahwa Allah SWT bisa meningkatkan petunjuk-Nya kepada setiap insan, dan tak seorangpun yang bisa menganggap dirinya sudah melampaui kebutuhan tambahan petunjuk-Nya. Sebagai contoh, Allah berfirman kepada Nabi Muhammad SAW sementara sedang menjelaskan manfaat penaklukan Makkah didalam Surat Al-Fath.
Salah satu manfaat itu adalah “… dan untuk menunjukkan kepada kamu, ke jalan lurus” Sesungguhnya semua Nabi berjuang keras untuk mencapai tingkatan petunjuk dari Allah SWT yang semakin tinggi dan semakin tinggi lagi.
Adalah paling mengagumkan ungkapan permohonan,

Tunjukkanlah kami ke jalan mereka yang telah Engkau beri curahan nikmat-Mu. Penjelasan perihal kelompok orang dimaksud dalam ayat ini tercantum jelas dalam firman Allah SWT, Surat An-Nisaa’ Ayat 69:

Dan barangsiapa patuh kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad SAW), maka mereka itulah yang akan bersama didalam golongan orang-orang yang telah mendapat curahan nikmat Allah, yakni para Nabi, para shiddiqin (orang-orang yang lurus), para syuhada’, para shalihin (orang-orang yang saleh). Dan mereka itulah sebaik-baik teman.
Perhatikanlah bahwa yang kita mohon disini bukanlah “Tunjukkan kami ke jalan lurus dari seorang Rasul.” ataupun “jalan lurus yang diterangkan didalam Al-Qur’an”. Sesungguhnya hal ini karena Allah SWT membimbing kita agar mencari jalan lurus didalam cahaya Al-Qur’an dengan berkawan dengan orang-orang yang baik yang ada sekarang ini, berapapun usia mereka.

Suatu kali, Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabat, “Umatku akan terbagi menjadi 70 golongan. Hanya satu golongan dari mereka yang berada di jalan lurus.” Seorang sahabat bertanya, “Siapakah mereka itu, Ya Rasulullah?” Rasulullah menjawab, “Adalah mereka yang mengikuti (sunnah)ku dan jalan para sahabatku”. Maka dari itu berkawan dengan orang-orang saleh sangatlah penting artinya dalam hidup ini.
Seorang penyair berbahasa Urdu bertutur yang artinya demikian:
“ Belajar di kelas hanyalah menyediakan sekumpulan ilmu. Adalah para guru yang sesungguhnya membentuk kepribadian”

Terdapat banyak orang Islam yang mengikuti penjelasan dari Al- Qur’an saja dan mengabaikan orang-orang saleh dan taqwa di sekeliling mereka. Mereka ini lupa bahwasanya Allah SWT selalu mengirim Utusan (Nabi-Nabi) yang berperan sebagai guru. Ingatlah bahwa, bahkan untuk sekedar kepiawaian dalam kata-kata atau tulisan, semisal perihal obat-obatan, tidaklah cukup hanya dengan kursus tertulis saja (untuk menguasai ilmunya). Seorang Pengajar yang jelas kualifikasinya diperlukan dalam hal ini.

Sebaliknya banyak juga orang Islam yang hanya memperhatikan para shalihin/muttaqin di jamannya dan mengabaikan petunjuk langsung dari Al-Qur’an. Akibatnya, berkembang pergesekan diantara dua kelompok ini. Sesungguhnya, kita membutuhkan pengajaran Al-Qur’an sebagaimana juga kita membutuhkan berkawan dengan para shalihin/shiddiqin/muttaqin yang ada di sekitar kita, berapapun usia mereka. Itulah sebabnya Allah SWT menunjuk langsung kearah orang-orang yang telah mendapat nikmat itu sebagai acuan dalam hal petunjuk ke jalan lurus.

Pada Akhir permohonan kita, kita memohon kepada Allah SWT agar tidak menunjukkan kita ke jalan mereka yang bengkok atau sesat, dan bukan pula jalan mereka yang mendapat murka-Nya. Hal ini menunjuk ke arah orang-orang Yahudi dan Nasrani, dan ini memerlukan pembahasan dalam khutbah yang tersendiri untuk mengupasnya.

Didalam hadits Muslim, Abu-Hurairah RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman: bahwa Aku telah membagi shalat kedalam dua bagian. Untuk-Ku dan untuk hamba-Ku. Dan untuk hambaku akan Aku kabulkan apa saja yang ia mohon kepada-Ku.
Ketika hamba-Ku membaca:Aku (Allah SWT) berkata:
Ayat pertama;HambaKu bersyukur kepadaKu
Ayat ke-duaHambaKu memujaku
Ayat ke-tigaHambaKu mengakui KeagunganKu
Ayat ke-empat
Ini adalah hubungan langsung antara Aku dengan hambaKu.
Ayat (ke-empat) ini bagian pertamanya adalah pemujaan kepada Allah SWT dan bagian ke-dua adalah permohonan (doa),
Kemudian Allah SWT ;ketika mendengar ayat selanjutnya dibaca; menyatakan dengan penuh kasih dan kemurahan-Nya:
Ayat ke- lima
Hamba-Ku akan memperoleh semua yang ia mohonkan.
(Muslim)
Demikianlah, Surat Al-Fatihah adalah pemujaan kepada Allah SWT dan doa paling utama untuk kita panjatkan, agar kita mendapat petunjuk jalan yang lurus. Isi Kitab Suci Al-Qur’an selebihnya berkaitan dengan penjelasan perihal Jalan Lurus ini. Semoga Allah SWT menunjukkan kepada kita dan menjaga kita untuk tetap berada di Jalan Lurus ini, hingga maut menjemput. Amiin.

Marilah kita bersyukur kepada Allah yang telah mengajari kita bagaimana cara menyembah/memuja-Nya, bagaimana memohon kepada-Nya, dan apa yang harus kita mohon dari-Nya. Allah SWT telah mengajari kita untuk memuja-Nya dengan mengucapkan “Alhamdulillahi Rabbil’alamin”. Kalimat ini merupakan ucapan yang akan dikatan para Ahli Surga, demikianlah yang dijelaskan didalam Al-Qur’an.
Allah SWT telah menganugerahi kita nikmat ini, yakni, agar didunia ini kita juga memanfaatkan kalimat yang singkat ini sebagai kalimat Puja-puji bagi Allah SWT. Sungguh sangat besar kasih-sayang Allah SWT kepada hamba-hambanya yang selalu mematuhi-Nya. Karena itu, sangat layaklah jika khutbah ini diakhiri dengan mengucapkan “Alhamdulillahi Rabbil’alamin”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar